PENINGKATAN KOMPETENSI
CAMPURAN DAN LARUTAN DENGAN
KONEKS PADA PESERTA DIDIK KELAS VI SDN KEMUKTEN
02
SEMESTER
2 TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Sudiyanto
(Guru
SDN Kemukten 02 Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes)
ABSTRAK
Latar belakang
masalah adalah nilai rata-rata ulangan harian masih rendah yaitu 50,67, peserta
didik yang mencapai ketuntasan belajar hanya 12 dari 45 atau 26,67%. Tujuan
penelitian tindakan kelas ini adalah mendeskripsikan pembelajaran dengan koneks,
untuk meningkatkan kompetensi campuran dan larutan pada peserta didik kelas VI
SDN Kemukten 02, dengan rumusan masalah 1) bagaimanakah proses pembelajaran
dengan koneks, 2) seberapa besar peningkatan hasil belajar, dan 3) bagaimanakah
perubahan nilai sikap peserta didik dalam pembelajaran campuran dan larutan dengan
koneks. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Hasil
siklus satu nilai rata-rata 50,67 dan siklus dua 77,33, jadi ada peningkatan
26,66. Peningkatan ini juga diikuti peningkatan keaktifan peserta didik siklus
satu 40% peserta didik yang aktif, pada siklus dua menjadi 88,89% ada peningkat
48,89%, juga perubahan sikap peserta didik menjadi baik.
Kata
Kunci: Peningkatan, kompetensi, Koneks
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah adalah nilai
rata-rata ulangan harian masih rendah yaitu 50,67, peserta didik yang mencapai
ketuntasan belajar hanya 12 dari 45 atau 26,67%.
Rumusan
Masalah 1) bagaimanakah proses pembelajaran untuk
peningkatan hasil belajar materi campuran dan larutan dengan koneks pada
peserta didik kelas VI?; 2) bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar materi
campuran dan larutan dengan pembelajaran koneks pada peserta didik kelas
VI?; 3) bagaimanakah perubahan sikap peserta didik kelas VI SDN Kemukten 02
setelah pembelajaran dengan koneks?
Tujuan
Penelitian ini adalah mendeskripsikan proses
pembelajaran dengan koneks, mendeskripsikan peningkatan aktivitas
belajar, mendeskripsikan perubahan sikap peserta didik setelah mengikuti
pembelajaran dengan koneks.
Manfaat penelitian ini diharapkan
dapat memberi masukan yang bermakna bagi guru dalam meningkatkan hasil belajar
campuran dan larutan.
LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Kompetensi
Menurut Martinis Yamin ( 2007 )
Kompetensi merupakan kemampuan yang dapat dilakukan siswa yang mencakup tiga
aspek, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).
Kemampuan kognitif adalah merangsang kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh
pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan,
pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
Kompetensi (competency)
adalah kata baru dalam bahasa Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan.
Peserta didik yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa peserta
didik telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah
dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik)
sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya
menjadi kecakapan hidup (lifeskill).
Inilah hakikat pembelajaran, yaitu membekali peserta didik untuk bisa hidup
mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung pada orang lain, karena ia
telah memiliki kompetensi, kecakapan hidup. Dengan demikian, belajar tidak
cukup hanya sampai mengetahui dan memahami.Kompetensi peserta didik yang harus
dimilki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif
(pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi,
investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur,
generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian
diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian
impulsi, motivasi aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik
(sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi,
presentasi, prilaku). Istilah psikologi kontemporer, kompetensi/kecakapan yang
berkaitan dengan kemampuan profesional (akademik, terutama kognitif) disebut
dengan hard skill, yang berkontribusi terhadap sukses individu sebesar 40 %.
Adapun kompetensi lainnya yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik
yang berkaitan dengan kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian
diri disebut dengan soft skill, yang berkontribusi sukses
individu sebesar 60%.
Menurut Nasution ( 1982 : 2 ) belajar
adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri. Belajar adalah suatu
proses yang di tandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan
sebagai hasil proses belajar dapat di tunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pengalaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu
belajar ( Sujana, 1989 : 5 ).
Menurut R.Gagne seperti yang dikutip
oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya,
memberikan dua definisi belajar, yaitu:
1.
Belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah
laku.
2.
Belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Kompetensi
peserta didik yang harus dimilki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah
kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi,
identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis,
generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian
diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian
impulsi, motivasi, aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik
(sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi,
presentasi, prilaku).
Kompetensi
dalam penelitian ini meliputi: prestasi belajar peserta didik dan aktivitas
belajar Menurut Sardiman (Saminanto, 2010: 97), yang
dimaksud aktivitas belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik maupun mental.
Campuran dan Larutan
Pengertian Campuran
Sewaktu tanah dimasukkan ke dalam
air akan terlihat adanya bagian-bagian tanah seperti lempung, pasir, kerikil,
sisa tumbuhan, dan sebagainya. Lempung, pasir, kerikil, dan sisa tumbuhan
merupakan zat yang dapat diuraikan lagi menjadi bagian yang kecil.
Lempung, pasir, kerikil, dan sisa tumbuhan memiliki sifat yang tetap, tidak berubah sekalipun mereka bergabung.
Lempung, pasir, kerikil, dan sisa tumbuhan memiliki sifat yang tetap, tidak berubah sekalipun mereka bergabung.
Gula digabungkan dengan air akan
terbentuk air gula. Air dan gula merupakan senyawa yang digabungkan menjadi
satu kesatuan.
Gula tetap memiliki rasa manis, dan
air tetap memiliki sifat cair, sehingga pada campuran sifat asal zat
penyusunnya tidak berubah sama sekali walaupun mereka bergabung.
Air digabungkan dengan tepung terigu
menjadi campuran air terigu. Sifat air dan terigu tetap ada. Campuran air
terigu apabila didiamkan beberapa saat, akan menimbulkan endapan, berbeda
dengan air gula yang tidak menimbulkan endapan.
Campuran air dengan minyak tanah
selalu terpisah dan tidak merata. Campuran dapat terbentuk dari senyawa dengan
senyawa, senyawa dengan unsur, dan unsur dengan unsur.
Macam-macam Campuran
Di rumah, kamu
sering membuat minuman, seperti air gula, susu, kopi, teh manis, dan sirup.
Atau mungkin kamu sering membeli air mineral.
Beberapa jenis
minuman tersebut terbuat dari beberapa bahan. Bahan-bahan tersebut bergabung
menjadi satu.
Rasa pada setiap
bagian air gula, susu, air mineral, dan sirup selalu sama, sehingga campuran
yang menyebar merata di setiap bagiannya disebut campuran homogen.
Campuran homogen disebut juga larutan.
Contoh Campuran Homogen
Contoh yang lainnya adalah tinta. Coba kamu
pikirkan, apakah larutan garam termasuk campuran homogen? Mengapa?
Air kopi yang dibuat oleh ibu untuk ayah merupakan campuran yang tidak merata, karena pada komposisi penyusunnya tidak sama pada setiap bagiannya.
Air kopi yang dibuat oleh ibu untuk ayah merupakan campuran yang tidak merata, karena pada komposisi penyusunnya tidak sama pada setiap bagiannya.
Pengertian
Larutan
Larutan adalah campuran homogen
dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya
tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas zat terlarut dan
pelarut.
Berdasarkan daya hantar
listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan
elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang
dapat menghantarkan arus listrik.
Larutan ini dibedakan atas:
Larutan ini dibedakan atas:
1. Elektrolit Kuat
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya
hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air),
seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).
Yang tergolong elektrolit kuat adalah:
a.
Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan
lain-lain.
b.
Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan
alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain,
c.
Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI,
Al2(SO4)3 dan lain-lain
2. Elektrolit Lemah
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar
listriknya lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar:
O < alpha < 1.
O < alpha < 1.
Yang tergolong elektrolit lemah:
a. Asam-asam
lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain
b. Basa-basa
lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain
c. Garam-garam
yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain
Larutan non elektrolit adalah larutan yang
tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut
tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion).
Tergolong ke dalam jenis ini
misalnya:
– Larutan urea
– Larutan sukrosa
– Larutan glukosa
– Larutan alkohol dan lain-lain
– Larutan urea
– Larutan sukrosa
– Larutan glukosa
– Larutan alkohol dan lain-lain
Perbedaan Campuran dan Larutan
Campuran
adalah zat yang terdiri dari beberapa zat penyusun dan masih dapat dipisahkan
dengan reaksi kimia biasa. Partikel-partikel campuran dapat dipisahkan. Ada
beberapa metode pemisahan campuran seperti penguapan, penyaringan, sublimasi,
destilasi dan lain-lain.
Larutan
adalah campuran dua zat atau lebih yang terdiri dari zat terlarut dan pelarut.
Ukuran partikel larutan sangat kecil, kurang dari 1 nm, sehingga tidak dapat
dilihat dengan menggunakan microskop ultra sekalipun. dan tidak dapat dibedakan
antara zat terlarut dan medium pelarutnya. Contoh larutan gula, kita tidak bisa
membedakan mana gula mana air dalam larutan gula. Beberapa contoh larutan
adalah larutan garam, larutan asam basa dan lain-lain.
Pengertian Koneks
Kontekstual
(contextual) berasal dari kata konteks (contex). Konteks (contex) berarti
“bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menmbah kejelasan
makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian “ (Depdiknas, 2001:
591). Kontekstual (contextual) diartikan “sesuatu yang berhubungan dengan
konteks (contex)” (Depdiknas, 2001 : 591). Sesuai dengan pengertian konteks
maupun kontekstual tersebut, pembelajaran kontekstual (contextual learning)
merupakan sebuah pembelajaran yang dapat memberikan dukungan dan penguatan
pemahaman siswa dalam menyerap sejumlah materi pembelajaran serta mampu
memperoleh makna dari apa yang mereka pelajari dan mampu menghubungkannya
dengan kenyataan hidup sehari hari. Hal ini juga sejalan dengan pendekatan
pembelajaran kontekstual yang berasumsi sebagai berikut.
Secara
alamiah proses berpikir dalam menemukan makna sesuatu itu bersifat kontekstual
dalam arti ada kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka
miliki (siswa) memiliki (ingatan), pengalaman, respon ), oleh karenanya
berpikir itu merupakan proses mencari hubungan untuk menemukan makna dan
manfaat pengetahuan tersebut “ ( Gafur, 2003 : 1 ).
Menurut
kerangka berpikir atau asumsi di atas pembelajaran kontekstual merupakan proses
belajar yang menghubungkan alam pikiran (pengetahuan dan pengalaman) dengan
keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan. Jika siswa mampu menghubungkan kedua
hal tersebut, pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki dari hasil belajar
akan lebih bermakna dan dapat dirasakan manfaatnya. Berdasarkan uraian di atas,
pembelajaran kontekstual pada prinsipnya sebuah pembelajaran yang berorientasi
pada penekanan makna pengetahuan dan pengalaman melalui hubungan pemanfaatan
dalam kehidupan yang nyata.
Sejalan
dengan pengertian pembelajaran kontekstual sebagaimana telah diuraikan di atas,
keberhasilan pembelajaran kontekstual perlu didukung oleh aspek-aspek
lingkungan pembelajaran yang memadai. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah
tersebut antara lain “ruang kelas, laboratorium, laboratorium komputer,
lapangan kerja, lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan fisik, dan
linmgkungan psikologis” (Gafur, 2003:2). Dengan memerhatikan hal-hal tersebut,
pembelajaran kontekstual mendorong para pendidik (guru) untuk memilih atau
merancang lingkungan belajar yang melibatkan sebanyak mungkin pengalaman
belajar secara terpadu.
Ruang kelas atau juga disebut ruang teori, pada umumnya digunakan sebagai tempat penyampaian dan pembahasan informasi, konsep serta fakta-fakta yang berkaitan dengan pengalaman berpikir (pengetahuan). Masih ada kebiasaan pembelajaran yang masih keliru yakni siswa memperoleh pengalaman belajar dari kelas saja. Pembelajaran semacam inilah yang membentuk siswa menjadi teoritis, yaitu mereka hanya memahami ilmu pengetahuan dari sisi teori dan konsep. Dalam pembelajaran kontekstual, ruang kelas merupakan bagian media pembelajaran. Untuk membekali sisiwa agar mampu memperoleh makna dan menghubungkan pengetahuan yang mereka terima di ruang kelas dengan konteks lebih luas dan nyata, perlu didukung oleh media pembelajaran yang lain.
Ruang kelas atau juga disebut ruang teori, pada umumnya digunakan sebagai tempat penyampaian dan pembahasan informasi, konsep serta fakta-fakta yang berkaitan dengan pengalaman berpikir (pengetahuan). Masih ada kebiasaan pembelajaran yang masih keliru yakni siswa memperoleh pengalaman belajar dari kelas saja. Pembelajaran semacam inilah yang membentuk siswa menjadi teoritis, yaitu mereka hanya memahami ilmu pengetahuan dari sisi teori dan konsep. Dalam pembelajaran kontekstual, ruang kelas merupakan bagian media pembelajaran. Untuk membekali sisiwa agar mampu memperoleh makna dan menghubungkan pengetahuan yang mereka terima di ruang kelas dengan konteks lebih luas dan nyata, perlu didukung oleh media pembelajaran yang lain.
Media
yang lain yang turut mendukung pelaksanaan pembelajaran kontekstual ialah
laboratorium. Ruang dan penyediaan alat-alat laborat masih banyak yang
beranggapan sebagai kendala karena memerlukan biaya yang cukup mahal. Hal ini
yang masih menjadi alasan yang kuat bagi sekolah-sekolah atau lembaga
pendidikan yang belum memiliki laboratorium. Sebenarnya, laboratorium dapat
dibuat dengan model dan alat yang sederhana, tidak harus dengan model dan alat
serba mewah dan mahal. Pengadaan laboratorium yang penting dapat memfasilitasi
siswa dalam memperoleh pengalaman belajar secara nyata melalui kegiatan
praktik. Dalam pembelajaran kontekstual laboratorium merupakan media penghubung
antara pengetahuan yang bersifat abstrak dengan pengetahuan yang bersifat riil
atau nyata. Laboratorium sangat membantu siswa dalam melaksanakan kegiatan
penelitian baik yang bersifat pengembangan (developmental), penemuan
(explorative), maupun pengecekan kebenaran (verivikative). Kedalaman dan
keluasan serta kekuatan pengalaman siswa terhadap sejumlah fakta, informasi dan
pengetahuan serta konsep yang mereka terima di ruang kelas, dapat diperoleh
melalui kegiatan pembelajaran di laboratorium.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembelajaran kontekstual dapat menggunakan laboratorium komputer. Melalui media ini, sedini mungkin siswa akan mengenal dan selanjutnya dapat memahami serta menggunakan media komputer dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembelajaran kontekstual dapat menggunakan laboratorium komputer. Melalui media ini, sedini mungkin siswa akan mengenal dan selanjutnya dapat memahami serta menggunakan media komputer dalam kehidupan sehari-hari.
Guru
dan para penyelenggara pendidikan sudah seharusnya mencermati, memahami dan
mementingkan hal ini agar para siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan kemajuan jaman. Pengetahuan dan informasi siswa tentang komputer
tidak hanya teoritis atau konseptual, namun lebih jauh dari itu mereka dapat
menggunakan dan memanfaatkannya. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual
harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Sisi lain media pembelajaran
kontekstual yang harus diperhatikan oleh guru yakni lapangan kerja. Kaitannya
dengan hal ini, ada semacam fenomena bahwa dewasa ini lembaga persekolahan
identik dengan lembaga penghasil pengangguran. Kenyataan ini bahwa di lapangan
(konteks sosial yang nyata), para lulusan sekolah lebih banyak yang menganggur
dibandingkan dengan lulusan yang memperoleh lapangan pekerjaan. Permasalahan
ini, apakah siswa kurang dibekali kecakapan hidup (life skills), atau tidak ada
keseimbangan antara lapangan kerja dengan angkatan kerja. Pendidikan yang ideal
mestinya dapat menghasilkan autput yang siap pakai di dunia kerja atau autput
yang siap menciptakan lapangan kerja. Perbaikan kualitas autput pendidikan
tidak lepas dari perbaikan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang mengarah
kepada pembekalan siswa dalam hal kecakapan hidup, antara lain pembelajaran
kontekstual dengan melibatkan lapangan kerja sebagai media pembelajaran.
Pengalaman belajar melalui media lapangan kerja, akan membangkitkan semangat
belajar dan menumbuhkembangkan minat serta bakat siswa. Dengan bekal ini siswa
siap memperoleh lapangan kerja atau menciptakan lapangan kerja dalam kehidupan
di masyarakat.
Di samping media pembelajaran di atas media lain yang turut mendukung pembelajaran kontekstual yaitu lingkungan sosial, budaya, dan psikologis. Lingkungan sosial dijadikan media pembelajaran agar siswa memiliki bekal hidup dalam sosial atau dalam masyarakat. Dengan bekal pengetahuan ini, siswa setelah lulus atau tamat sekolah siap hidup bermayarakat. Siswa akan dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya di mana ia tinggal. Selain itu siswa juga harus dibekali dengan pengalaman budaya. Dengan bekal ini, siswa diharapkan memahami, mencintai, menghargai, dan menikmati serta memilih budaya yang menguntungkan dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, siswa tidak akan terjerumus dalam budaya yang menyesatkan.
Di samping media pembelajaran di atas media lain yang turut mendukung pembelajaran kontekstual yaitu lingkungan sosial, budaya, dan psikologis. Lingkungan sosial dijadikan media pembelajaran agar siswa memiliki bekal hidup dalam sosial atau dalam masyarakat. Dengan bekal pengetahuan ini, siswa setelah lulus atau tamat sekolah siap hidup bermayarakat. Siswa akan dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya di mana ia tinggal. Selain itu siswa juga harus dibekali dengan pengalaman budaya. Dengan bekal ini, siswa diharapkan memahami, mencintai, menghargai, dan menikmati serta memilih budaya yang menguntungkan dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, siswa tidak akan terjerumus dalam budaya yang menyesatkan.
Pengalaman
lain yang harus dimiliki siswa ialah pengalaman lingkungan fisik yang
menyangkut fisik secara mikro yaitu dirinya sendiri maupun secara makro (alam
semesta). Pemahaman siswa yang benar terhadap dirinya dan alam semesta, akan
menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk senantiasa, meningkatkan serta
memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam bagi kepentingan manusia
pada umumnya.
Media pembelajaran kontekstual yang tiadak kalah pentingnya adalah lingkungan psikologis. Lingkungan psikologis yakni lingkungan yang berkaitan dengan kejiwaan. Pengetahuan dan pengalaman terhadap lingkungan ini, akan membantu mempercepat perubahan kematangan jiwa para siswa. Dengan bekal ini, pertumbuhan siswa baik fisik maupun psikisnya akan berkembang seimbangdan seirama. Pada akhirnya, melalui pembelajaran kontekstual yang melibatkan lingkungan psikologis, siswa akan mencapai kedewasaan lahir dan batin.
Di antara aspek-aspek lingkungan pembelajaran kontekstaul tersebut, hendaknya dirancang secara terpadu. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinanan guru dapat mencari lingkungan belajar yang lain, yang kemudian dikemas dalam sebuah model pembelajaran yang mengacu kepada konteks kehidupan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kontekstual sebagai berikut
Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata. Dalam pengalaman belajar yang demikian, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur sebagai materi pelajaran yang diinternalisasikan melalui proses penemuan, penguatan, keterkaitan dan keterpaduan (Forgarti, 1991, Mathews dan Cleary, 1993, dalam Gafur, 2003 :
Media pembelajaran kontekstual yang tiadak kalah pentingnya adalah lingkungan psikologis. Lingkungan psikologis yakni lingkungan yang berkaitan dengan kejiwaan. Pengetahuan dan pengalaman terhadap lingkungan ini, akan membantu mempercepat perubahan kematangan jiwa para siswa. Dengan bekal ini, pertumbuhan siswa baik fisik maupun psikisnya akan berkembang seimbangdan seirama. Pada akhirnya, melalui pembelajaran kontekstual yang melibatkan lingkungan psikologis, siswa akan mencapai kedewasaan lahir dan batin.
Di antara aspek-aspek lingkungan pembelajaran kontekstaul tersebut, hendaknya dirancang secara terpadu. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinanan guru dapat mencari lingkungan belajar yang lain, yang kemudian dikemas dalam sebuah model pembelajaran yang mengacu kepada konteks kehidupan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kontekstual sebagai berikut
Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata. Dalam pengalaman belajar yang demikian, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur sebagai materi pelajaran yang diinternalisasikan melalui proses penemuan, penguatan, keterkaitan dan keterpaduan (Forgarti, 1991, Mathews dan Cleary, 1993, dalam Gafur, 2003 :
Koneks
adalah singkatan dari kontekstual eksperimen. Nurhadi (2009: 13) menyatakan
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning – CTL ) adalah
konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit
demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Metode Eksperimen menurut Farisi (2005:
2) adalah metode yang bertitik tolak dari suatu masalah yang hendak dipecahkan
dan dalam prosedur kerjanya berpegang pada prinsip metode ilmiah.
Penelitian
yang Relevan
Hasil Penelitian Arsana (2013) menunjukkan
bahwa: aktivitas belajar, hasil belajar, dan tanggapan peserta didik setelah
implementasi pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media lingkungan
sekitar pada mata pelajaran IPA peserta didik kelas IVB SD Lab Undiksha
Singaraja tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan,
Kerangka Berfikir
Upaya yang dilakukan peneliti untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan penerapan pendekatan kontekstual dan
eksperimen (koneks) dalam pembelajaran pada siklus satu diharapkan ada
peningkatan hasil belajar, aktivitas belajar, dan nilai sikap peserta didik,
jika pada pembelajaran siklus satu hasil pembelajaran belum memenuhi indikator
kinerja yang ditentukan maka akan diadakan perbaikan pembelajaran siklus dua.
Hipotesis
Tindakan
Pembelajaran dengan koneks diduga
dapat meningkatkan hasil belajar campuran dan larutan pada peserta didik kelas
VI SDN Kemukten 02 semester 2 tahun pelajaran 2015/2016, meningkatkan aktivitas
belajar peserta didik, dengan pembelajaran koneks diduga terdapat
perubahan sikap peserta didik SDN Kemukten 02 semester 2 tahun pelajaran
2015/2016.
METODE
PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah
peserta didik kelas VI SD SDN Kemukten 02. Jumlah peserta didik yang diteliti
adalah 45 peserta didik yang terdiri dari 19 peserta didik laki-laki dan 26
peserta didik perempuan.
Data awal diambil dari hasil
ulangan kompetensi campuran dan larutan. Data pada siklus 1 berasal dari data
hasil ulangan pada pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 serta data observasi yang
dilakukan oleh teman sejawat, kemudian digunakan bahan refleksi.
Keberhasilan yang ingin dicapai pada akhir penelitian
adalah adanya peningkatan secara nyata dalam pembelajaran kompetensi campuran
dan larutan, sebagaimana ditunjukkan oleh tiga indikator utama yaitu: rata-rata
aktivitas belajar peserta didik lebih dari 85 %, ketuntasan belajar peserta
didik lebih dari 80 %, rerata secara klasikal minimal 70, nilai sikap peserta
didik katagori baik minimal 90%.
Prosedur penelitian tindakan kelas
ini terdiri dari 2 siklus yang masing-masing siklus meliputi perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Peningkatan prestasi belajar
peserta didik dari prasiklus, siklus 1, dan siklus 2 dapat dilihat pada grafik
di bawah ini.
Peserta didik yang tuntas belajar pada prasiklus 26,67%
meningkat menjadi 62,22% pada siklus 1 dan 93,33% pada siklus 2, Nilai
rata-rata pada prasiklus 50,67 pada siklus 1 naik menjadi 68,89, siklus 2
meningkat menjadi 77,33, Nilai tertinggi yang diperoleh pada prasiklus 90, pada
siklus 1 dan siklus 2 menjadi 100, Nilai terendah yang diperoleh pada prasiklus
20, pada siklus 1 meningkat menjadi 40, pada siklus 2 meningkat menjadi 50. Peningkatan
keaktifan peserta didik dari sebelum tindakan (prasiklus), siklus 1, dan siklus
2 dapat dilihat pada tabel berikut.
Berdasarkan grafik di atas keaktifan peserta didik
pada pembelajaran awal (prasiklus) ada 18 peserta didik atau 40% dari jumlah
peserta didik, meningkat menjadi 30 peserta didik atau 66,67% pada siklus 1,
dan menjadi 40 peserta didik atau 88,89%.
Nilai sikap
|
Prosentase
|
||
Prasiklus
|
Siklus 1
|
Siklus 2
|
|
Tanggung jawab
|
66,7%
|
73%
|
93%
|
Kerja sama
|
71%
|
80%
|
96%
|
Menghargai pendapat
orang lain
|
78%
|
78%
|
98%
|
Disiplin
|
76%
|
84%
|
96%
|
Rata-rata
|
72,92%
|
78,7%
|
95,75%
|
Berdasarkan tabel tersebut di atas untuk masing-masing
nilai sikap ada peningkatan dari prasiklus ke siklus 1 rata-rata meningkat
5,83% dari siklus 1 ke siklus 2 meningkat 17%.
Pembahasan
Pembelajaran pada siklus 1 dapat
dilihat adanya peningkatan hasil belajar peserta didik yaitu masih ada 18 peserta didik memperoleh
nilai kurang dari 70 atau speserta didik yang tuntas 60% dan nilai rata-rata
siswa 68,89. Siklus 2 merupakan lanjutan dari siklus sebelumnya untuk
memantapkan dan mencapai tujuan penelitian. Pembelajaran yang disampaikan
tentang membedakan larutan dan campuran dengan menggunakan pendekatan
kontekstual dan eksperimen lebih optimal.
Pembelajaran dengan strategi
terencana sebagaimana siklus 1 dan kegiatan pembelajaran dilaksanakan lebih
optimal. Hasil siklus 2 menunjukkan peningkatan hasil belajar peserta didik
yaitu nilai rata-rata siswa 77,33. Peserta didik belajar tuntas mencapai
93,33%.
Keaktifan peserta didik pada
pembelajaran sebelum ada tindakan rendah yaitu katagori aktif hanya 18 peserta
didik atau sekitar 40%. Setelah diadakan perbaikan pembelajaran siklus 1
keaktifan peserta didik mengalami kenaikkan menjadi 30 anak atau 66,67% karena
belum memenuhi indikator kinerja yaitu 85% maka diadakan perbaikan pembelajaran
siklus 2. Pada perbaikkan pembelajaran siklus 2 ini keaktifan peserta didik
meningkat menjadi 40 anak atau 88,89%.
PENUTUP
Pembelajaran dengan koneks dapat meningkatkan
hasil belajar materi perbedaan larutan dan campuran pada peserta didik kelas VI SDN Kemukten 02, Pembelajaran dengan
koneks dapat meningkatkan keaktifan peserta didik. Pembelajaran koneks
dapat meningkatkan nilai sikap peserta. Hasil pembelajaran
siklus satu nilai rata-rata 50,67 dan siklus dua 77,33, jadi ada peningkatan
26,66. Peningkatan ini juga diikuti peningkatan keaktifan peserta didik siklus
satu 40% peserta didik yang aktif, pada siklus dua menjadi 88,89% ada peningkat
48,89%, juga perubahan sikap peserta didik menjadi baik.
Saran
Untuk meningkatkan hasil belajar, meningkatkan
keaktifan, kreativitas peserta didik dan keefektifan pembelajaran tentang
perbedaan campuran dan larutan diharapkan menggunakan pendekatan kontekstual
dan eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, Made. 2013. “Implikasi Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Lingkungan Sekitar untuk Meningkatan
Aktivitas dan hasil Belajar IPA”. E-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan dasar (Volume 3 Tahun 2013)
diunduh pada tanggal 2 Maret 2016 Pukul 09.00 WIB.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Farisi,
Al. 2005. Startegi Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pres.
Nurhadi. 2009. Pembelajaran Kontekstual. Surabaya:
Jepe Press Media Utama.
Saminanto. 2010.
Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Semarang: RaSAIL Media
Group.
No comments:
Post a Comment