MALANG -- Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang, Bahasa Indonesia diyakini sangat
berpeluang menjadi bahasa resmi ASEAN. Seperti halnya Bahasa kata Rektor
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhadjir Effendy, menjadi bahasa
resmi Uni Eropa.
Muhadjir menuturkan, saat ini ASEAN dihuni
sekitar 626 juta jiwa, yang 150 juta jiwa di antaranya adalah masyarakat
Indonesia. Kondisi ini menandakan bahwa pengguna Bahasa Indonesia
menjadi yang terbanyak dibandingkan negara lainnya di ASEAN. Dengan
pertimbangan tersebut, bagi Muhadjir, MEA akan sulit berjalan dengan
baik jika tidak ada kesepakan tentang bahasa bersama yang akan
digunakan.
Dalam konteks ini, menurutnya, yang paling berpeluang
menjadi bahasa resmi ASEAN yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu,
karena kedua bahasa ini memiliki jumlah penutur terbanyak. “Karena itu
UMM sangat mendorong internasionalisasi bahasa Indonesia, di antaranya
melalui kebijakan mewajibkan setiap mahasiswa asing yang kuliah di UMM
agar bisa berbahasa Indonesia dengan mahir,” terang Muhadjir yang dikutip Cahbrebes2010.blogspot.com dari REPUBLIKA.CO.ID 6/11/2014 pada
pembukaan Seminar Internasional Politik Bahasa Indonesia yang diadakan
oleh Lembaga Kebudayaan (LK) UMM di ruang teater UMM Dome, Selasa
(4/11). Kegiatan berakhir Rabu (5/11) ditutup dengan penandatanangan dan
deklarasi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional dan rekomendasi
sebagai bahasa resmi ASEAN di era MEA.
Kebijakan ini
berimplikasi pada terbentuknya kelas-kelas internasional di UMM yang
tidak menggunakan bahasa Inggris, tapi justru berbahasa Indonesia. “Jadi
di UMM itu yang namanya kelas internasional yaitu kelas berbahasa
Indonesia yang diikuti mahasiswa asing dari berbagai negara. Nah,
tanggung jawab kita adalah bagaimana membuat mahasiswa asing yang kuliah
di sini bisa fasih berbahasa Indonesia,” ungkapnya.
Muhajdir
menambahkan, yang disebut internasional bukan soal bahasanya, tapi
apakah kualitasnya diakui dunia atau tidak. Ia mencontohkan penyebutan
jurnal internasional yang lebih merujuk pada jurnal yang meraih
akreditasi internasional, bukan justru jurnal berbahasa Inggris. “Tidak
semua jurnal berbahasa Inggris diakui internasional, sebaliknya, banyak
jurnal berakreditasi internasional yang tidak menggunakan bahasa
Inggris. Karena itu bisa saja jurnal berbahasa Indonesia disebut jurnal
internasional, selama kualitasnya diakui dunia,” papar Muhadjir dalam
siaran persnya yang diterima ROL, Kamis (6/11).
Ing ngarso sung tuladha Ing madya mangun karsa Tut wuri handayani "di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat dan di belakang memberikan daya kekuatan"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment