Mendikbud: Sekolah Internasional Harus Ikut Kurikulum
Sorong ( Berita ) : Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan sekolah-sekolah yang
berlabel internasional harus mengikuti kurikulum dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
“Sekolah
internasional harus mengikuti kurikulum, seperti memberi empat mata
pelajaran wajib bagi murid Indonesia,” ujar Mendikbud yang dikutip cahbrebes2010.blogspot.com dari Berita Sore dalam kunjungannya
ke Sorong, Senin [12/05] . Empat mata pelajaran yang wajib tersebut
adalah sejarah, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan agama.
Menurut
dia, sekolah internasional memenuhi kewajiban memberi empat mata
pelajaran tersebut dan Kemdikbud akan melakukan pemantauan terkait hal
itu.
Jika
diketahui sekolah internasional tidak memberikan empat mata pelajaran
itu, maka Kemdikbud bisa mencabut izinnya. “Mereka juga harus aktif
dalam memberi pelatihan kepada guru-gurunya,” kata dia.
Begitu juga, anak-anak Indonesia yang bersekolah di sekolah itu juga wajib mengikuti Ujian Nasional (UN). Sementara Dirjen Pendidikan
Anak Usia Dini Non-Formal dan Informal (PAUDNI) Lydia Freyani Hawadi
mengatakan semua sekolah internasional harus mematuhi peraturan yang
ditetapkan Kemdikbud.
Sekolah
internasional harus profesional, memenuhi berbagai persyaratan,
berizin, juga harus mengajarkan empat mata pelajaran. “Semua sekolah
internasional harus ajarkan itu, termasuk juga siswanya nanti harus
mengikuti ujian nasional,” tukas Lidya.
Di Daerah Terpencil Yang Terpenting Sekolah
Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan di daerah terpencil
yang terpenting adalah sekolah, meskipun berusia lebih tua dari usia
sekolah. “Yang terpenting adalah sekolah dulu. Berapapun usianya,” ujar
Mendikbud dalam kunjungannya ke Sorong, Papua Barat, Senin.
Bahkan
ada guru yang termasuk dalam program Sarjana Mengajar di daerah
Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) yang mengajar satu keluarga
yang terdiri dari bapak, ibu dan anak. “Tidak apa-apa, usia berapapun
sekolah,” jelas dia. Di daerah pelosok, yang terpenting adalah kesadaran
untuk belajar
Layanan pendidikan,
kata dia, harus tetap diberikan meskipun dalam kondisi terbatas. Salah
satu upaya dari Kemdikbud adalah mengirim guru SM3T ke pelosok negeri.
Pengiriman guru tersebut sudah dilakukan sejak empat tahun yang lalu.
Guru SM3T adalah guru lintas batas yang mempunyai idealisme dan
nasionalisme yang tinggi. Mendikbud mengakui kondisi sekolah banyak
tidak sesuai standar. “Seperti jumlah murid yang kurang. Satu sekokah hanya sembilan orang hingga ruang kelas yang sedikit.”
Dia mengharapkan dengan adanya program SM3T layanan akses pendidikan bisa dijangkau masyarakat di pelosok. Pendidikan di pelosok sama pentingnya dengan pendidikan
di Jakarta. Mendikbud menyebut hal itu bukan semata-mata pemerataan
saja tetapi mewujudkan keadilan. “Saat ini Angka Partisipasi Kasar (APK)
baru 95 persen. Kami yakin bisa menaikkan APK melalui program SM3T
itu,” tukas dia. (ant )
No comments:
Post a Comment