Guru Khawatir Tunjangan Sertifikasi Dicoret
PURBALINGGA - Ribuan
guru penerima tunjangan profesi yang sudang mengantongi sertifikasi
terancam dicoret. Kondisi itu terjadi jika pemerintah benar- benar
menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2008 Tentang Guru.
Terutama dalam pasal 17 yang mengatur mengenai perbandingan (rasio) jumlah guru dan siswa bagi pemegang sertifikasi guru itu.
Salah satu guru di Purbalingga yang
enggan namanya ditulis mengatakan, belum ada kepastian penerapan itu.
Namun kabarnya akan diterapkan karena sudah ada sosalisasi di tingkat
pusat.
“Pelan tapi pasti kabarnya tetap akan diterapkan. Namun waktunya kapan kami belum tahu,” jelasnya.
Dalam PP itu dijelaskan tentang rasio
ideal jumlah guru dan siswa dari berbagai tingkatan. Masing untuk TK/RA
idealnya 1:15, SD 1:20, SMP 1:20, SMA 1:20 dan SMK 1:15. Kemudian yang
paling dikhawatirkan, dalam sebuah sekolah rombongan belajar kurang dari
jumlah rasio tersebut, terutama di sekolah dasar (SD).
Guru lainnya di wilayah Kecamatan
Karangjambu yang juga tak bersedia ditulis namanya mengaku khawatir jika
hal itu terjadi. Pasalnya jumlah siswa di sekolahnya kurang dari 20
anak.
“Tak dipungkiri di sekolah lain ada yang
siswanya hanya 15 orang dalam satu kelas. Ini sangat mengkhawatirkan
bagi kami jika tunjangan profesi sertifikasi guru kami dicoret,”
katanya.
Kepada wartawan seperti yang dikutip cahbrebes2010.blogspot.com dari JPNN 21/5/2014, Kepala Dinas Pendidikan
kabupaten Purbalingga, Tri Gunawan SH MH menjelaskan, para guru tidak
perlu khawatir. Penerapan aturan tersebut akan disesuaikan dengan
kondisi di lapangan. Pasalnya pemerataan guru di tiap sekolah juga masih
kurang. Idealnya delapan guru, tapi kenyataannya banyak yang hanya enam
guru. Misalpun saat ini terpenuhi karena mencukupi, hal itu karena
didukung adanya guru tidak tetap (GTT).
“Kami memiliki evaluasi, di lapangan
angka partisipasi kasar (APK) wajib belajar masih memiliki standar
bagus. Artinya, di SD kekurangan murid, bukan berarti anak usia sekolah
tersebut tidak mau sekolah. Jemput bola juga sudah kami lakukan agar
anak usia sekolah harus sekolah,” paparnya.
Gunawan juga mengungkapkan, jumlah siswa
dalam satu rombongan belajar (rombel) dipengaruhi oleh jumlah penduduk
dan jumlah sekolah di satu wilayah tersebut. Misalnya ada sekolah yang
gemuk dengan dua rombel dan ada yang sebaliknya.
“Ada yang di wilayah tersebut sedikit
sekolah, ada pula yang berdiri banyak sekolah baik negeri maupun swasta.
Tidak usah khawatir,” tambahnya.
Plt Ketua Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) Purbalingga, Sarjono mengatakan, tentunya akan ada
jalan keluar dari penerapan kebijakan itu oleh pemerintah. “Saya rasa
tidak mungkin menghapus tunjangan profesi guru bersertifikasi itu. Jika
idealnya 1 : 20, tapi kenyataan di lapangan ada yang lebih dan juga
kurang,” ujarnya.
Menurutnya, untuk regulasi ini tentunya
akan ada ketentuan khusus. Misalnya dengan pertimbangan lokasi sekolah.
Kemudian masyarakat tetap harus dilayani pendidikannya, jarak tiga
kilometer harus ada sekolah. Karenanya, bisa saja siswa di wilayah
tersebut sudah tersebar di sekolah lain.
“Jika jumlah siswa sedikit dan dua
sekolah harus disatukan jelas tidak mungkin. Jadi untuk kasus-kasus
seperti ini, pasti ada ketentuan khusus dalam penerapan peraturan
tersebut,” rincinya.
No comments:
Post a Comment