Kurikulum 2013 Semrawut, Itjen Kemendikbud Turun
Tender LKPP Bisa Berhenti Di Semester Satu Saja
JAKARTA - Semrawutnya pelaksanaan Kurikulum 2013
(K-13) menjadi perhatian khusus Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kemendikbud. Agar implementasi kurikulum 2013 di lapangan menjadi baik,
Itjen akan turun langsung mengurai masalah. Khususnya di sektor
pengadaan dan pendistribusian buku, serta pelatihan guru.
Irjen Kemendikbud Haryono Umar mengatakan, audit implementasi Kurikulum 2013 ini diharapkan segera rampung.
"Sehingga keluar rekomendasi untuk
perbaikan implementasi Kurikulum 2013 di semester kedua," katanya di
Jakarta kemarin yang Cahbrebes2010.blogspot.com kutip dari JPNN. Rencananya pada semester kedua tahun pelajaran
2014/2015, implementasi kurikulum baru dijalankan Januari mendatang.
Untuk urusan pengadaan dan
pendistribusian buku, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
itu perlu mengetahui secara mendalam masalah di dalamnya. Seperti
kenapa sekolah tidak segera memesan buku ke penyedia atau percetakan.
Masalah lainnya, kenapa masih banyak sekolah yang terlambat mengucurkan
uang pemesanan buku ke percetakan.
Haryono menuturkan, tidak ada jaminan
sistem pengadaan buku Kurikulum 2013 untuk semester dua nanti
menggunakan skema yang berlaku saat ini. Yakni LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) melakukan tender dengan percetakan
kemudian harga buku dimasukkan dalam e-katalog. Lantas sekolah langsung
memesan buku ke percetakan berdasar e-katalog tadi.
"LKPP menyesuaikan dengan kinerja di
semester satu," jelas Haryono. Jika nanti hasil audit inspektorat
merekomendasikan tender tetap di LKPP tetapi dengan modifikasi tertentu,
diharapkan bisa memperbaiki sistem pengadaan buku Kurikulum 2013.
Terkait dengan keinginan sejumlah
pemerintah daerah yang ingin menjalankan tender buku sendiri, Haryono
tidak mempermasalahkannya. "Asalkan mereka siap," paparnya. Bagi Haryono
yang terpenting adalah harga buku tetap murah dan pendistribusiannya ke
sekolah tepat waktu.
Sebagaimana diketahui, urusan
pendistribusian buku kurikulum baru tidak kunjung beres. Dari total 250
juta eksemplar yang harus didistribusikan, baru sekitar 90 persen yang
sudah dicetak. Itupun belum semua didistribusikan.
Alasannya sekolah tidak segera membayar
uang buku ke percetakan. Sementara pihak sekolah, menurut informasi
Kemendikbud, menjalankan birokrasi yang rumit untuk pencairan uang buku.
Padahal uang untuk memesan buku itu sudah bagian dari dana BOS (bantuan
operasional sekolah).
Kegaduhan pendistribusian buku kurikulum
baru ini, juga sempat diwarnai peredaran buku negara itu di pasaran.
Entah dari mana sumbernya, buku yang seharusnya gratis itu dijual di
toko buku umum. Seperti yang terjadi di Kota Surabaya baru-baru ini.
Tetapi anehnya ketika dilakukan
peninjauan oleh jajaran Kemendikbud, buku itu sudah lenyap di
gerai-gerai toko buku. Haryono menegaskan dengan alasan apapun, buku
kurikulum baru versi Kemendikbud dilarang diperjualbelikan secara umum
atau komersial.
No comments:
Post a Comment