JAKARTA - Mendikbud
Anies Baswedan yang menyebut pendidikan Indonesia dalam kondisi gawat
darurat dibenarkan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Menurut Anggota Dewan Pertimbangan
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema, pernyataan
Mendikbud tersebut adalah kenyataan terkini yang harus diselesaikan
dengan solusi bijak.
Kenyataan buruk itu tuturnya, bukan
hanya terkait soal kurikulum saja, melainkan banyaknya persoalan
fundamental dalam pendidikan yang sampai detik ini belum terselesaikan.
"Persoalan itu tidak hanya kurikulum
saja, tetapi sarana prasarana yang menunjang layaknya pendidikan.
Seperti akses keterjangkauan sekolah di daerah, persoalan terkait guru,
otonomi dan kebebasan guru. Jadi, tidak semata-mata soal kurikulum,"
katanya, kepada INDOPOS yang di lansir Cahbrebes2010.blogspot.com dari (Grup JPNN), Senin (8/12).
Kondisi real itu, lanjutnya, berbanding
lurus dengan penerapan kurikulum 2013 yang cukup membuat guru dan siswa
mengeluh. Dia menilai di tengah keterbatasan sarana dan kompetensi
pendidik yang belum siap, tentunya pemerintah harus memiliki jurus jitu
dalam memecahkan persoalan tersebut. Tidak hanya memaksakan satu cara
untuk dipakai secara menyeluruh. Harus ada solusi komprehensif dan
kreatif agar semuanya terakomodir.
Doni menilai, perlu adanya metode yang
bagus untuk menampung semua aspirasi pendidikan, tidak hanya melulu
mengenai kurikulum. Nah, untuk itu Doni mengatakan perlu adanya metode
berbasis potensi lingkungan.
"Pendidikan yang bagus itu tergantung
metode di dalam kurikulum. Untuk Indonesia sendiri saya pikir lebih
cocok dengan metode berbasis potensi lingkungan, kontekstual, dan
bersifat partisipatif. Apapun kondisi lingkungannya bisa diterapkan
semua. Namun, perlu digarisbawahi harus ada kompetensi dasar yang
dibutuhkan yang didesain nasional biar tidak bisa jalan
sendiri-sendiri," ujarnya.
Sebaliknya, kata dia, di tengah kondisi
pendidikan nasional yang membutuhkan solusi yang komprehensif itu,
pemerintah belum bisa menjawab dan merealisasikannya dengan baik.
"Metode yang dipakai berbasis IT, tidak bisa digunakan semua. Apakah
pusat akan memaksa metode IT kemudian tidak jalan semua," tukasnya.
Ditambah persoalan guru dan sekolah yang
selalu dikerangkeng birokrasi pusat yang menuntut kepatuhan dari
bawahan. Jadinya, guru tidak bebas berkreasi sehingga menutup
kreativitas pendidik di daerah. Oleh sebab itu, perlu adanya otonomi
khusus buat guru. "Otonomi guru harus dikembalikan, segala intervensi
harus di hapuskan," tegasnya.
No comments:
Post a Comment